Saturday, February 27, 2010

LEBIH PENTING PROSES ATAU HASIL?

Perlu diingat for all teachers and students bahwa tidak ada satu pun model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan segala macam hasil belajar. Setiap model unik dan hanya cocok untuk mengajarkan hasil belajar tertentu. Sebagai contoh, model pembelajaran kooperatif sangat baik untuk mengajarkan keterampilan sosial, mencegah dominasi siswa dalam kelas. Model pembelajaran langsung (direct instruction) sangat cocok untuk mengajarkan pengetahuan prosedural, seperti menggunakan alat, merangkai alat, gerakan tertentu pada seni dan olahraga. Sementara itu, pembelajaran berdasar masalah, unggul untuk mengajarkan keterampilan bernalar dan berpikir tingkat tinggi, cocok untuk pelatihan peserta olimpiade.
Cara belajar siswa juga berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Ada siswa yang belajar lewat mendengar, yang lain lewat membaca, sementara yang lain lagi baru dapat belajar bila melakukan. Karena itu, tentu sangat mustahil menggunakan satu model atau metode pembelajaran untuk semua siswa. Pembelajaran inovatif dilakukan untuk mengoptimalkan pencapaian semua hasil belajar dan mengakomodasi sebanyal-banyaknya perbedaan siswa. Dengan demikian, implementasi pembelajaran inovatif selalu multimetode, multimedia, berpusat pada siswa, dilakukan secara alami, dan memberikan peluang siswa mengalami sendiri.
Dengan demikian, kualitas hasil belajar yang dicapai menjadi lebih tinggi. Begitu pula, lingkup hasil belajar menjadi lebih komprehensif. Bahkan, yang lebih penting lagi pembelajaran inovatif tidak saja menekankan pada hasil belajar kognitif, tetapi juga hasil belajar proses dan sikap. Konsekuensinya tentu akan memerlukan waktu yang lebih lama karena dilakukan untuk mencapai banyak macam hasil belajar. Bandingkan dengan metode ceramah yang hanya menekankan pada hasil belajar kognitif dan hafalan yang tentu memerlukan waktu relatif singkat dan dari segi membekali siswa untuk belajar mandiri sepanjang hayat serta membekali siswa dengan kecakapan hidup belum dilakukan. Siswa belum difasilitasi untuk menjadi siswa yang utuh.
Lebih celaka lagi bila guru menerapkan metode drill, mungkin berhasil memfasilitasi siswa untuk berhasil berkompetisi menghafal jangka pendek, tapi gagal membekali siswa hidup jangka panjang. Hasil penelitian tentang otak 25 tahun terakhir menemukan bahwa drill dapat mengakibatkan berkembangnya "otak reptil" pada siswa. Otak tersebut bertanggung jawab untuk survival, bela diri, dan berkelahi. Apa itu jawaban untuk marak tawuran antarsiswa?
Memperoleh nilai unas yang bagus memang merupakan hal yang diidamkan, namun nilai unas sebatas tataran kognitif bersifat semu. Karena itu, seharusnya evaluasi hasil belajar juga dilakukan untuk mengukur semua bentuk hasil belajar siswa. Sadar atau tidak, guru sekarang mengajar dipandu oleh evaluasi. Kalau evaluasi hanya pada tataran kognitif dan hafalan, guru akan men-drill siswa untuk mampu menghafal. Keadaan drill ini sangat kita rasakan ketika musim unas, baik untuk mata pelajaran MATEMATIKA yang seharusnya proses bernalar yang kita tonjolkan, namun hasil selalu yang memandu guru dan murid untuk melakukan proses instan karena dipandu pleh hasil yang diharapkan. proses instan tidak akan menghasilkan semua hasil belajar diatas.

No comments: